Jasa Akuntansi Bandung

Jasa Akuntansi dan Pembuatan Laporan Keuangan HANYA Rp. 1 Juta.

Jasa Key Performance Indicators

Prinsip SMART : Bersifat Unik, Terukur, Akurat, Dapat Dipercaya dan Berbatas Waktu.

Jasa Analisa Data

Jasa Pengolahan Data Sehingga Menjadi Informasi Tepat Guna.

Tuesday, October 21, 2014

Margin empuk dari usaha katering online

Internet menawarkan banyak peluang bagi mereka yang jeli. Celah baru bisa terbentuk dari hasil memadukan keunggulan yang ditawarkan internet dengan bisnis konvensional yang sudah ada. Jurus semacam itu yang dilakukan Cynthia Tenggara saat merilis usaha katering online.
Bisnis ini bisa dibilang perpaduan antara katering konvensional dengan jasa layan-antar makanan. “Dikombinasikan dengan layanan online menjadi bisnis yang menjanjikan,” tutur Cynthia yang terpikir untuk berbisnis karena kerap bosan dengan menu katering di kantor tempat kerjanya.
Cynthia pun mendirikan katering online melalui situs www.berrykitchen.com pada Oktober 2012. Saat mengawali usahanya, Cynthia merogoh kocek kurang dari Rp 200 juta untuk modal awal. Setelah dua tahun berjalan usahanya, modal awal itu belum kembali karena saat ini fokus Cynthia adalah menumbuhkan Berrykitchen dengan agresif.

Ia menilai usaha ini prospektif karena dunia perdagangan online di Indonesia sedang tumbuh cepat. Prospek katering online menjadi kian menggoda karena jumlah penduduk Indonesia yang besar plus pasar kuliner tidak pernah sepi.
Langkah pertama Cynthia di bisnis ini adalah membangun sistem online yang memadai hingga memudahkan calon pelanggan memesan makan siangnya. Setelah ujicoba sistem selama empat bulan, akhirnya situs katering www.berrykitchen.com resmi meluncur.

Friday, October 17, 2014

Dropship : Pengertian dan Sistem Kerja Dropship

Apa Itu Dropship?

dropshipping 150x150 Dropship : Pengertian dan Sistem Kerja DropshipDropship adalah sebuah istilah yang populer di dunia bisnis online dewasa ini, untuk menjadi seorang pelaku bisnis dropship Anda hanya perlu membayar keanggotaan (bahkan ada supplier yang tidak menetapkan biaya keanggotaan)  dan media pemasaran. Meskipun para supplier terlihat lebih repot dalam hal ini, namun hal ini sesuai dengan penjualan produk mereka yang terus meningkat karena peran dropshipper. Secara langsung, dropshipper merupakan peluas jangkauan pasar dan juga mampu meningkatkan penjualan secara signifikan.

Sistem Kerja Dropship

Yuk kita lihat skema cara kerja dropship berikut :
dropship1 Dropship : Pengertian dan Sistem Kerja Dropship







Monday, October 13, 2014

Memungut peruntungan benih jamur dalam kotak

Belakangan, makanan berbahan dasar jamur kian akrab bagi masyarakat kita. Di pinggir jalan, misalnya, banyak gerobak penjual jamur krispi. Begitu pun restoran yang mengandalkan menu jamur yang dianggap lebih sehat ketimbang olahan hewani.
Nah, jamur yang kian populer ini memancing kreativitas empat pengusaha muda untuk membuat growbox, yakni bibit jamur yang dikemas dalam kotak, untuk dipelihara dan dipanen sendiri hasilnya. Target pasar mereka adalah masyarakat perkotaan yang umumnya tidak punya halaman atau lahan yang luas di rumah.
Ide pengusaha growbox, yang terdiri atas Adi Reza Nugroho, Ronaldiaz Hartantyo, Robbi Zilda Ilham, dan Anissa Wibi, ini memang muncul setelah mereka makan bersama di sebuah resto jamur Kota Gudeg itu. Di bagian depan resto tersebut dipajang beberapa tanaman jamur untuk edukasi pembeli. Nah, saat itulah muncul ide untuk mengemas ulang bibit jamur sehingga lebih mudah dipelihara dan dipanen.

Mereka berempat patungan sehingga terkumpul Rp 2 juta untuk modal awal mendirikan PT Ideas Indonesia. Nama perusahaan ini adalah singkatan dari Innovation, Design, Engingeer, Art, and Science. Modal yang terkumpul digunakan untuk membuat kotak kardus, menyablon, membeli bibit jamur, dan membuat media tanam dari serbuk kayu.
Mereka melakukan riset selama sepuluh bulan, sebelum akhirnya meluncurkan growbox pada September 2012. Ini adalah bibit jamur yang dikemas dalam kotak berukuran 15  cm x 15 cm dan telah dilengkapi media tanam. “Semua kami kerjakan sendiri, termasuk sablon,” jelas Adi.
Maklumlah, untuk mengorder kardus bersablon ke pihak lain, ada minimal jumlah pesanan 100 buah. Adapun modal mereka hanya cukup untuk mengemas 80 buah growbox.

Varian warna
Bermodal 80 buah growbox, mereka ikut pameran di BNI Mitra Kampus ITB dan menang dalam ajang presentasi ide bisnis. Para pengusaha muda ini mendapatkan hadiah Rp 10 juta, selain growbox yang ditawarkan Rp 40.000 per kotak ludes.
Tak lama kemudian, mereka berangkat ke Singapura, memboyong 20 buah growbox untuk ikut Urban Picnic Archifest. Ternyata, growbox mendapat respons yang sangat baik dari anak-anak. Respons masyarakat yang antusias inilah yang bikin mereka berempat yakin growbox berpotensi besar menjadi bisnis yang menjanjikan.
Jadilah awal tahun 2013, mereka menggarap growbox dengan lebih serius dan merekrut beberapa orang untuk membantu, termasuk lulusan Mikrobiologi ITB yang bertugas pada pengembangan produk jamur.
Untuk pemasaran, mereka melakukan penjajakan terhadap toko yang bersedia kerjasama titip jual dan pameran mana saja yang perlu diikuti.
Adapun benih jamur growbox berasal dari Dio Mushroom di Lembang. Adi mengatakan, mereka sengaja memilih Dio Mushroom karena petaninya adalah lulusan Fakultas Biologi, sehingga dipercaya menjamin kualitas benih.

Secara bertahap penjualan growbox meningkat. Dari 50 kotak sampai Januari 2014 lalu, mereka sudah mampu memproduksi 1.000 kotak per bulan.
Bisa jadi, salah satu alasan growbox mudah mendapat pembeli karena perawatannya yang sangat sederhana, yakni cukup ditaruh di tempat yang lembab, tidak terkena sinar matahari langsung, dan disiram air sedikit supaya tetap lembap. Jamur tiram bisa dipanen saat bibit berumur 15 minggu.
Satu kemasan growbox bisa dipanen sebanyak empat kali. “Satu kali panen jamur tiram biasanya berkisar 150 gram hingga 200 gram,” jelas Adi. Pada panenan kedua dan seterusnya, hasil panen akan sedikit menyusut, karena nutrisi dalam media tanam sudah berkurang.

Pengalaman bertanam jamur inilah yang menjadi daya tarik growbox. Itu sebabnya slogan yang diusung adalah “Grow Your Own Food”. Dengan demikian kaum urban yang tinggal di perkotaan, bahkan yang tak memiliki lahan pun, bisa bertanam jamur tiram organik ini.
Mulai awal 2014, mereka melakukan inovasi baik produk maupun kemasan. Menurut Adi, varian jamur tiram tidak hanya berwarna putih. Ada beberapa warna lainnya, yakni kuning, pink, dan biru. “Ini warna alami, dari benihnya sudah berwarna, dan jamur tiram berwarna ini tidak ada di supermarket mana pun,” jelas Adi. Karena penampilannya unik,  harga jual jamur berwarna ini dibanderol lebih tinggi. Yakni,  Rp 75.000 per kotak.
Selain untuk konsumsi sendiri, pembeli growbox juga memanfaatkannya untuk suvenir atau hadiah. Untuk mengakomodasi permintaan pasar yang baru ini, Adi dan teman-temannya pun menyediakan kemasan botol dengan ukuran lebih kecil. Namanya juga berbeda, yakni growbox in jar.
Karena ukurannya lebih mungil, harganya pun lebih murah, yakni Rp 12.000 per buah. Growbox in jar hanya dapat dipanen dua kali saja. “Biasanya oleh pembeli digunakan sebagai suvenir pernikahan, bingkisan ulangtahun anak,” ujar Adi.
Selain pembeli perorangan, ada pembeli dalam partai besar. Pembeli ini, misalnya saja, penerbit buku hingga sekolah. Growbox dipesan untuk keperluan suvenir sebagai wujud kecintaan terhadap produk ramah lingkungan. Menurut Adi, kini omzet penjualan growbox mencapai Rp 75 juta per bulan. “Keuntungan bersih sekitar 35%,”imbuh Adi.

Sebagai pionir dalam menjual benih jamur untuk edukasi dan pengalaman bertanam jamur, hingga kini growbox masih belum memiliki pesaing. Padahal, menurut Adi, diversifikasi usaha jamur ini masih bisa dikembangkan lagi. Salah satunya adalah media tanam yang berasal dari serbuk kayu bisa diolah menjadi pengganti styrofoam dan bisa pula diolah jadi bioetanol. “Jadi bisa menjadi siklus tertutup, semua limbah yang dipakai dalam growbox tetap bermanfaat,” ujar Adi.
Jika saat awal memulai usaha, promosi produk growbox masih sebatas di pameran, sejak awal tahun 2014, mereka sudah lebih fokus ke pemasaran online melalui situs growbox.com. “Saat ini sekitar 90% pembeli berasal dari pesanan online,” ujar Adi.

Pembeli terbanyak berasal dari Jakarta, Bandung, dan Bali. Jika dikirim ke luar kota,  masa tumbuh jamur akan menjadi sedikit lebih lama. “Baru bisa panen setelah empat minggu,” jelas Adi.
Menurut Adi segmen pasar yang hendak dituju growbox adalah pria dan wanita di rentang usia 20 tahun hingga 35 tahun. “Di Indonesia ada 80 juta penduduk di rentang usia tersebut, jika kami bisa meraih 1% saja itu sudah pasar bisnis yang besar sekali,” ujar Adi.
Nah, jika Anda tertarik menekuni usaha menjual benih jamur dalam kotak, pasar masih terbuka lebar. Sebab, pelakunya baru ada satu.  

Sumber : kontan.co.id
http://cara-buat-website.com/

Sunday, October 12, 2014

Meraup Pendapatan dari Bisnis Aplikasi Android

Membangun bisnis yang sukses berkesinambungan tidak terlepas dari hukum pasokan dan permintaan (supply and demand). Anda akan menderita rugi atau tidak mendapat manfaat apapun bila hanya memiliki salah satu dari keduanya. Hal ini berlaku juga di dalam bisnis aplikasi komputer. Orang akan bersedia mengeluarkan uang untuk membayar aplikasi komputer Anda, ketika aplikasi itu dirasa memiliki kegunaan dan bernilai.
Saat ini, dengan merebaknya adopsi platform Android oleh berbagai produsen perangkat telepon bergerak memicu peningkatan jumlah user Android yang secara tidak langsung menaikkan permintaan beragam aplikasi Android. Ini dapat menjadi peluang bisnis yang menjanjikan bagi pengembang aplikasi.
Ada lima model bisnis yang ada pada aplikasi platform untuk mobile device, seperti Android:
  • Aplikasi berbayar yaitu user membayar terlebih dahulu untuk dapat menginstall dan memperoleh manfaat dari aplikasi tertentu. Keuntungannya adalah tiap download berarti pemasukan di sisi Anda sebagai pengembang aplikasi. Hanya saja aplikasi berbayar ini jumlah downloadnya terbatas. Selain itu, aplikasi berbayar hanya cocok bila reputasi Anda sebagai pengembang aplikasi bagus dan telah memiliki basis user yang cukup besar.

Friday, October 10, 2014

Kisah Gila Entreprenuer Raih Rp23 Miliar dari 5 Slide Presentasi

Hal ini akan terdengar sangat gila, dan tidak masuk akal. Hal ini juga tampaknya belum pernah terjadi di Indonesia.

Itay Adam adalah seorang entrepreneur dengan pengalaman 22 tahun di dunia marketing online dan perusahaan startup. Dia banyak mendirikan perusahaan, sebagian sukses sebagian tidak.

Kali ini, Adam mencari dana untuk membiayai perusahaannya. Parahnya, perusahaan yang dia bentuk, is nothing, alias tidak memiliki apa-apa, termasuk produk untuk dijual.

Ceritanya, Adam berkesempatan mendapatkan modal sebesar USD2 juta, setara dengan Rp23,35 miliar (kurs Rp11.675 per USD) dari sebuah private equity yang beroperasi London, Brasil dan Colombia.

Dia pun memilih konsisten untuk menampilkan hal yang simple, yakni lima slide presentasi dalam 40 menit. Alhasil, tampilah satu orang pemberani dibalut celana jeans dan tshirt, lima slide, 18 jokes, tapi tanpa produk.

Sunday, October 5, 2014

Mencicipi gurihnya laba membuat tortilla

Usaha di seputar makanan memang masih menyimpan potensi yang cukup besar. Bukan hanya menjual sajian yang siap dimakan, peluang juga terbuka bagi produsen yang membuat bahan pendukung utama sajian tersebut. Maklum, tidak semua pengusaha kuliner mampu menyiapkan sendiri sejumlah bahan setengah jadi. Beberapa di antaranya, mengandalkan pihak ketiga untuk memasok bahan-bahan itu dengan standar dan kriteria tertentu.
Salah satunya, pengusaha kuliner yang menjual kebab. Mereka tidak membuat sendiri tortilla, yang merupakan kulit pembungkus kebab. Dengan alasan lebih praktis dan efisien, pemilik gerai kebab justrumemesannya kepada produsen kulit kebab.

Lantas, dari sini, muncul peluang untuk membuat tortilla. Potensi berbisnis tortilla juga makin lebar karena bahan baku yang terbuat dari tepung terigu ini ternyata tidak hanya dipakai untuk membuat kebab. Beberapa makanan asing, misalnya Meksiko dan India, juga membutuhkan tortilla meski dengan rasa berbeda.
Di Indonesia, kebab dipopulerkan dengan kehadiran waralaba Kebab Baba Rafi sekitar tahun 2000-an. Kepopuleran Kebab Baba Rafi pun menyulut pengusaha kuliner lain untuk membuka gerai-gerai makanan yang menyajikan kebab. Tak heran, permintaan bahan baku kebab, terutama tortilla, ini tidak pernah sepi.
Vied Febriyanto, owner Tammarobah Food dari Surabaya, Jawa Timur, mengatakan, setiap bulan gerai kebab selalu bertambah. Sejak merintis usaha pembuatan tortilla pada 2004, orderan tortilla yang diterima Vied selalu bertambah sekitar 50% saban tahun. “Peluang membuat tortilla ini sangat menjanjikan karena kebutuhannya sangat banyak dan selalu bertambah,” ujar pria berusia 34 tahun ini.

Selain itu, kata Vied, produsen tortilla masih sangat terbatas. Hingga kini, setidaknya ada tiga pemain besar yang memproduksi tortilla di Jawa Timur. Ketiga pemain besar ini bisa dibilang menguasai pasar penjualan tortilla. Meski demikian, Vied juga bilang, pemain-pemain kecil juga kian bermunculan beberapa tahun belakangan.
Hal serupa diungkapkan Adityo Lakseno, pemilik Artha Food di Pati, Jawa Timur. Ia melihat potensi usaha pembuatan tortilla masih besar. Apalagi, masih banyak daerah yang belum terjangkau oleh makanan khas Timur Tengah ini. “Pemain baru masih banyak yang bermunculan,” terang dia.
Adityo memulai bisnisnya sejak tahun lalu. Sebelumnya, ia memproduksi roti bakar es krim. Akan tetapi, usaha itu tidak begitu berkembang. Kemudian ia melihat usaha produksi tortilla lebih menjanjikan dan bukan merupakan usaha musiman. “Sebenarnya saya terinspirasi oleh istri yang beli kebab hampir tiap hari, jadi saya pikir kenapa tidak ganti usaha produksi tortilla saja untuk bahan kebab,” tutur dia.

Berbeda dengan Adiyo, Vied mengawali usahanya dengan membuka gerai kebab di Surabaya. Untuk menghemat ongkos produksi, ia pun membuat sendiri semua bahan baku kebab. Dalam perkembangannya, ia justru lebih fokus memproduksi bahan baku kebab, khususnya tortilla. Pada 2005, ia memutuskan untuk tidak lagi mengelola gerai kebab dan berkonsentrasi penuh untuk memproduksi bahan baku kebab.
Di Tammarobah Food, produksi tortilla bisa mencapai 80% dari keseluruhan produksi bahan kebab. Pasalnya, Vied tidak hanya menjual tortilla untuk kebab. Ia juga menjual tortilla pada pengusaha restoran Meksiko dan India. Pembelinya sudah tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Namun Vied mengakui, permintaan tortilla masih menumpuk di Pulau Jawa, khususnya Jakarta.
Permintaan tortilla di Jakarta mencapai 50% dari keseluruhan penjualan tortilla di Tammarobah. Makanya, Vied mengklaim ia menguasai 70% kebutuhan tortilla di ibukota. Selanjutnya, permintaan terbanyak juga datang dari Pulau Kalimantan dan Pulau Bali.

Setiap hari Vied memproduksi sekitar 1.200 pak tortilla. Tiap pak berisi 20 lembar tortilla. Banderol harga berkisar Rp 15.000–Rp 30.000, bergantung pada ukuran yang rentangnya antara 15 cm–30 cm. Omzet yang didapat mencapai Rp 600 juta per bulan dengan laba bersih 10%.
Ada dua macam tortilla yang dijual, yakni tortilla krispi dan lentur (lunak). Berbeda dengan produsen tortilla lain, Vied tidak hanya membuat tortilla dengan rasa original yang asin dan gurih. Ia juga sanggup memenuhi permintaan tortilla berbagai rasa, seperti pandan, stroberi, dan zaitun.
Adapun Adityo hanya membuat tortilla krispi dan lentur dengan rasa original. Ia membanderol tiap lembar tortilla seharga Rp 15.000–Rp 24.000. Ukurannya berkisar 15 cm–
30 cm. Adityo bilang, Artha Food bisa memproduksi 10.000 lembar tortilla per bulan. Jadi dari bisnis ini ia mengantongi omzet sekitar Rp 200 juta–
Rp 300 juta saban bulan. Margin keuntungannya cukup menggiurkan, mencapai 45%.

Proses sederhana
Untuk menggeluti usaha pembuatan tortilla, tidak dibutuhkan keahlian khusus. Pasalnya, pembuatan tortilla cukup sederhana dan tidak membutuhkan teknologi yang canggih. Bahkan, pembuatan bisa dilakukan dengan tangan manusia secara manual.
Hal pertama yang harus disiapkan tentu saja standar resep tortilla. Vied bilang, untuk membuat tortilla, bahan yang dibutuhkan meliputi tepung terigu berprotein tinggi, minyak sayur, dan garam. Semuanya bisa dibeli di dalam negeri.

Selain itu, Vied juga menggunakan substitusi susu yang ia impor dari Selandia Baru. Vied menyarankan agar tidak menggunakan susu lokal karena akan merusak tekstur dan rasa. “Walaupun yang dipakai susu lokal dengan kualitas nomor satu, tetap saja menurut saya tidak akan mendapat hasil maksimal,” tegas Vied yang pernah menuntut ilmu di Amerika Serikat dan bertanya pada sejumlah chef asal Meksiko soal resep tortilla.
Ketika merintis usaha, Vied belum menggunakan mesin pencetak tortilla. Jadi semua proses pembuatan dilakukan secara manual. Karena hanya memperkerjakan tiga orang karyawan, Vied hanya keluar modal sebesar Rp 500.000. Produksinya juga belum banyak, hanya puluhan pak tortilla.

Lantaran permintaan tortilla terus bertambah, Vied lantas membeli mesin pembuat tortilla dari Taiwan. Mesin ini bisa memproduksi 300 pak tortilla dalam kurun waktu tujuh jam. Sementara, tiap karyawan hanya mampu membuat 25 pak tortilla per hari.
Dengan karyawan sebanyak 100 orang, pengeluaran terbesar Vied ada pada pembayaran gaji karyawan. Adapun belanja terbesar ada pada bahan baku, yakni sekitar 30%, menyusul pembayaran listrik dan perawatan mesin.
Di sisi lain, Adityo menggunakan produk lokal untuk bahan baku pembuatan tortilla. Akan tetapi, seluruh pembuatan tortilla sudah menggunakan mesin. Setelah dicampur menggunakan mikser berukuran besar,  adonan dipisahkan menggunakan dough sheeter. Hasilnya berupa bola-bola kecil adonan. Selanjutnya, adonan tersebut dimasukkan dalam mesin yang akan mencetak tortilla menjadi pipih dan melingkar.
Tak main-main, Adityo mengimpor mesin pencetak tortilla sampai ke Amerika Serikat. Menurut dia, mesin buatan Negeri Paman Sam itu memiliki kualitas yang unggul. Dalam satu jam, mesin tersebut bisa memproduksi hingga 1.000 lembar tortilla.

Makanya Adityo bilang, modal yang dikeluarkan untuk merintis usaha pembuatan tortilla cukup mahal. Ia merogoh kocek cukup dalam, yakni sekitar Rp 500 juta. Selain untuk membeli peralatan, modal itu juga digunakan untuk menyewa pabrik dan membayar gaji karyawan. Kini, karyawan Adityo berjumlah 17 orang. “Saya sengaja bikin pabrik di Pati supaya biaya sewa tempat dan gaji karyawan belum terlalu mahal,” ucap dia.
Akan tetapi, Adityo tidak menampik bahwa usaha ini bisa dimulai dengan modal irit. Asal proses pembuatan dilakukan secara manual. Pasalnya, mesin pencetak tortilla cukup mahal.
Adityo juga bilang, rasa tortilla yang diproses dengan mesin atau manual tidak jauh berbeda. “Perbedaan hanya ada pada hasil cetakan karena yang namanya tenaga manusia, tingkat kesalahannya lebih tinggi,” katanya. Selain itu, pembuatan dengan mesin bisa menghasilkan tortilla dalam jumlah banyak dalam waktu singkat. Bentuk dan ukuran tortilla pun lebih seragam.

Selanjutnya untuk strategi pemasaran, Vied dan Adityo mengandalkan penjualan via internet. Selain membuat website, Adityo juga rajin mempromosikan produknya melalui jejarin media sosial, seperti Facebook dan Twitter.
Vied menambahkan, pengiriman tortilla juga harus jadi bahan perhatian. Sebelum dikirim, tortilla dimasukkan dalam freezer selama dua hari. Jadi ketika dikirimkan, tortilla ada dalam kondisi beku. Dengan demikian, tortilla tahan selama tiga hari di luar freezer. Ketika sampai di tangan pembeli, tortilla harus kembali didinginkan dalam freezer agar bisa tahan sampai enam bulan.
Sementara Adityo memilih jasa ekspedisi yang menjamin tortilla bisa sampai ke tangan pembeli dalam sehari. Pasalnya, tortilla buatannya hanya tahan dua hari di luar freezer. Jika sudah sampai, tortilla juga harus dibekukan dalam freezer sehingga bisa bertahan selama tiga bulan.
Siap mencoba?

Sumber : kontan.co.id
http://cara-buat-website.com/

Wednesday, October 1, 2014

Furnitur unik berkelas ekspor

Furnitur unik berkelas ekspor
Pelaku industri permebelan seakan tak ada matinya mencoba menghadirkan inovasi. Berbagai model dan konsep furnitur baru terus bermunculan untuk memenuhi selera konsumen. Paling baru adalah furnitur dengan konsep artventure yang digagas oleh Andi Saidan, pemilik CV Kamtumi Furniture di Jepara, Jawa Tengah. Lewat konsep tersebut, Andi menggabungkan konsep klasik ala Prancis dengan teknik pemindahan gambar dari sebuah kertas pada mebel yang dinginkan, baik berbahan dasar kayu maupun besi.

"Ini saya sendiri yang buat, namanya konsep artventure. Dan sepanjang yang saya tahu, ini baru satu-satunya di dunia, akan segera saya patenkan," tutur pria berusia 46 tahun ini.
Pemindahan gambar dari kertas ke furnitur ini dilakukan dengan menggunakan cairan kimia hasil temuan Andi sendiri. Penemuan itu dilakukan berkali-kali melakukan uji coba.
Aneka produk furnitur telah ia hasilkan dengan konsep arventure ini, seperti meja, kursi, pagar, lemari, dan lain-lain. Ide awal penemuan konsep artventure ini bermula saat ia merintis usaha sebagai makelar furnitur di bawah bendera CV Kamtumi pada tahun 2009.