Tuesday, May 5, 2015

Aditya meraup berkah dari tas warna-warni

Passion bisa memicu seseorang untuk lebih maju. Semangat untuk menjadi seorang entrepreneur inilah yang tertanam dalam diri Aditya Rahman sejak belia. Dia terinspirasi sang nenek yang memiliki butik di rumahnya. Sejak saat itu, dia pun menyimpan mimpi untuk punya usaha sendiri, dengan merek yang dikenal banyak orang.

Kini, Adit berhasil mewujudkan mimpinya menjadi pengusaha. Dia adalah empunya Niion, sebuah merek tas berbahan nilon dengan warna-warna terang. Selain tas, arsitek lulusan Universitas Parahyangan ini juga mengembangkan bisnis wedding conceptor, desain interior dan busana muslim. Omzet ratusan rupiah pun mengalir ke kantongnya saban bulan.

Lantaran ingin terjun ke dunia usaha, Adit memutuskan keluar dari pekerjaannya pada 2012 silam. Saat itu, dia bekerja sebagai desainer interior di Singapura. Tapi, “Saya tak ingin terus menerus bekerja, mengerjakan sesuatu yang diminta, karena saya punya mimpi punya merek sendiri yang terkenal,” kenang dia.

Saat di Singapura, dia mencium peluang untuk membuat tas bermodel simpel, seperti yang banyak dipakai masyarakat di sana ketika bepergian.  “Saya berpikir orang Indonesia juga pasti suka menggunakan tote bag simpel seperti kebiasaan orang Singapura. Apalagi di sini belum belum ada produk seperti itu,” kata Adit. Dia pun segera menetapkan langkah dan mematangkan rencana.

Belajar dari pengalamannya yang pernah gagal saat menjalankan bisnis penyewaan Play-station semasa kuliah, Adit merekrut orang tiga mitra profesional. “Sebelumnya, saya memang sudah menjanjikan ke mereka untuk bergabung ketika saya membangun usaha sendiri. Mereka saya pilih karena sudah terlebih dulu menerjuni bidang mode,” jelas Adit.

Bukan sekadar memenuhi janji, dengan menggandeng partner yang berpengalaman di bidangnya, pria yang tahun ini berusia 30 tahun ini ingin segera berlari kencang. “Saya ingin produk Niion cepat naik ke pasar, dengan banyak otak sejak awal pasti akan lebih baik hasilnya,” kata Adit.

Punya banyak bisnis
Dengan modal Rp 20 juta, hasil tabungannya selama bekerja, Adit mulai merintis bisnis tas sejak akhir 2012. Waktu itu, dia masih bekerja di Singapura. Baru pada 5 Maret 2013, setelah kembali ke Bandung, kota asalnya, Adit secara resmi meluncurkan Niion.

Awalnya, dia memasarkan tas warna neon ini terbatas pada rekan-rekan kuliah di ITB. Waktu itu, Adit sedang mengambil gelar MBA di ITB. “Kebetulan, kampus sering mengadakan kurasi, jadi saya jual di situ, Semua sold out, bahkan dari situ kami menerima pre-order pertama,” tutur Adit. Dari sinilah, Adit berkeyakinan, produknya akan mendapat respons baik di pasar.


Lantas, pria kelahiran Bandung ini mulai mengembangkan jaringan penjualan. Dia memanfaatkan jaringan media sosial, seperti Facebook, Blackberry Messenger, dan Line sebagai kepanjangan tangannya menjajakan barang. “Jualan seperti door to door,” ujar Adit.

 Tak lupa, Adit juga memakai artis untuk mendongkrak penjualan Niion. “Jadi, kami meminta artis memakai Niion dan memasang fotonya di akun Instagram mereka,” kata Adit. Penjualannya pun terus bertumbuh. Bahkan, sempat pula, karena permintaan mengalir deras, Niion kehabisan stok.

Selain mengutamakan desain tas yang simpel, Adit bilang, banderol harga lebih murah dari produk serupa di luar negeri, juga menjadi strateginya masuk ke pasar dengan mudah. Maklum, Adit memposisikan Niion bukan sebagai pilihan tas utama bagi konsumen. “Niion bisa menjadi tas kedua, ketiga, karena tas ini cocok untuk dipakai jalan,” terang dia.

Untuk memenuhi selera konsumen, dia menyediakan tas berbahan nilon ini dalam berbagai warna. Biar punya ciri khas, Niion hanya menggunakan warna-warna terang, seperti warna stabillo. Harga tas Niion berkisar Rp 150.000–Rp 350.000.
Adit bilang, timnya hampir tak mendapat masalah berarti saat mengembangkan pasar. Mitra Adit, Rangga, lama bekerja di industri mode, hingga bisa mengatur produksi agar stok tak berlebih.

Sedang Tunjung, mitra lainnya, berperan sebagai desainer, yang bertugas membaca tren tas. “Karena pada akhirnya, kami juga harus menyesuaikan  diri dengan tren,” kata Adit. Sampai kini, Niion telah memiliki sekitar 20 jenis tas.

Kini, selain mengandalkan jaringan penjualan di media sosial dan website, Niion sudah membuka gerai sendiri di Bandung. Adit juga membuka peluang bagi masyarakat yang berminat untuk membuka gerai Niion di kota mereka. “Kami akan menyiapkan desain toko, produk hingga training untuk karyawan,” jelas Adit.
Selain menjalankan Niion, Adit juga menambah lini bisnisnya. Bersama sang istri, sejak tahun lalu, dia mengembangkan bisnis wedding conceptor, desain interior dan busana muslim.

Layaknya berinvestasi, dalam berbisnis Adit juga menganut pakem menyebar telur dalam sebanyak mungkin keranjang. “Sejak awal, memang saya punya rencana menjalankan beberapa bisnis,” kata suami dari Qishitina Ghaisani ini.

Karena itu, sejak awal, dia menekankan konsep menggandeng partner dalam bisnis di Niion. Para partner juga harus menanam modal, supaya ikut bertanggungjawab pada perkembangan perusahaan. Namun, Adit tetap menjadi pemegang saham terbesar. “Jadi, keputusan tertinggi tetap pada saya, tapi semua keputusan harus melalui rapat pemegang saham,” terang Adit yang membawahi 18 karyawan ini. 

Saat ini, saban bulan Adit menyiapkan produksi 4.000 hingga 5.000 tas untuk memenuhi permintaan. Niion masih mengandalkan pemasok untuk produksi tas. Adit memang sengaja tidak produksi sendiri supaya lebih fokus dalam penjualan. Kini, ada 10 vendor yang mengerjakan tas Niion.  

Impian sejak kecil
Bisa mewujudkan mimpi di masa kecil merupakan kepuasan Aditya Rahman saat ini. Dia pun merasakan, menjadi pengusaha hidupnya lebih seru dan penuh tantangan.

Meski pernah bekerja, selepas menyelesaikan kuliahnya, semangat Adit untuk menjadi pengusaha tak pernah pudar. Bahkan, saat remaja, dia tak malu berjualan.  “Dulu, saat SMA, saya jualan baju dan yoghurt di sekolah,” kata Adit yang memang punya ketertarikan pada produk tas.

Pengalamannya berbisnis semakin terasah saat dia melakoni bisnis persewaan Playstation saat kuliah. Adit bercerita, bisnis itu bangkrut karena kesalahan pengelolaan. “Dari situ, saya belajar, jika punya usaha harus merekrut orang-orang yang berpengalaman,” terang dia.

Punya banyak lini bisnis juga tak membuat Adit pusing dalam mengelola perusahaan. Dengan latar belakang pendidikannya, sebagai perencana, dia benar-benar matang dalam mempersiapkan usahanya.
Misalnya, dalam bisnis  Niion dia mengajak tiga orang partner, supaya perkembangan perusahaan juga dipikirkan oleh banyak kepala. Demikian pula dengan ketiga bisnis terakhir yang dijalani dengan istrinya.
Tapi, bukan berarti, pria kelahiran 26 September 1985 ini tak bisa fokus. Adit menuturkan, dia terbiasa memikirkan banyak hal dalam waktu bersamaan, multitasking. Kondisi ini telah jadi kebiasaannya sejak kuliah. “Dulu, saya belajar berpikir secara multitasking saat jadi koordinator himpunan mahasiswa,” kenangnya.

Kunci sukses lainnya dalam menjalankan berbagai usaha bersama-sama, dia selalu fokus untuk menyelesaikan masalah terlebih dulu. Jadi, jika ada problem di salah satu usahanya, Adit akan konsentrasi lebih dulu pada perusahaan itu. “Yang penting, ada partner yang bisa menggantikan di usaha lainnya,” kata dia.                     

Sumber : kontan.co.id
http://belajar-cara-membuat-website.blogspot.com/
http://tas-dompet-organizer.blogspot.com/

0 comments:

Post a Comment